PETA
WILAYAH MALUKU UTARA.................................................................... i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Daerah..................................................................................... 1
1.2 Luas Daerah.......................................................................................... 2
1.3 Jumlah Penduduk................................................................................. 2
1.4 Kepala Daerah....................................................................................... 2
BAB 2 : ISI
2.1 Sistem Peralatan Hidup......................................................................... 4
2.2 Sistem Kekerabatan.............................................................................. 4
2.3 Sistem Mata Pencaharian..................................................................... 5
2.4 Bahasa................................................................................................... 6
2.5 Kesenian................................................................................................ 6
2.6 Sistem Religi.......................................................................................... 7
BAB 3 : PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................ 8
3.2 Penutup................................................................................................. 8
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................. 9
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah
Daerah Maluku Utara
Sebagai
salah satu Provinsi termuda dari 33 Provinsi di Indonesia, Maluku Utara resmi
terbentuk pada tanggal 4 Oktober 1999, melalui UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU
RI Nomor 6 Tahun 2003. Sebelum resmi menjadi sebuah provinsi, Maluku Utara
merupakan bagian dari Provinsi Maluku, yaitu Kabupaten Maluku Utara. Daerah ini
pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur
Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan
Empat Gunung di Maluku). Masing-masing adalah Kesultanan Bacan, Kesultanan
Jailolo, Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate.
Pada
era pendudukan tentara Jepang (1942-1945), Ternate menjadi pusat kedudukan
penguasa Jepang untuk wilayah Pasifik. Memasuki era kemerdekaan, posisi dan
peran Maluku Utara terus mengalami kemorosotan. Kedudukannya sebagai
karesidenan sempat dinikmati Ternate antara tahun 1945-1957. Setelah itu
kedudukannya dibagi dalam beberapa daerah tingkat II (kabupaten).
Upaya
merintis pembentukan Provinsi Maluku Utara telah dimulai sejak 19 September
1957. Ketika itu DPRD peralihan mengeluarkan keputusan untuk membentuk Provinsi
Maluku Utara untuk mendukung perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat melalui
Undang-undang Nomor 15 Tahun 1956, namun upaya ini terhenti setelah munculnya
peristiwa pemberontakan Permesta.
Pada
tahun 1963, sejumlah tokoh partai politik seperti Partindo, PSII, NU, Partai
Katolik dan Parkindo melanjutkan upaya yang pernah dilakukan dengan mendesak
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah-Gotong Royong (DPRD-GR) untuk memperjuangkan
pembentukan Provinsi Maluku Utara. DPRD-GR merespon upaya ini dengan
mengeluarkan resolusi Nomor 4/DPRD-GR/1964 yang intinya memberikan dukungan
atas upaya pembentukan Provinsi Maluku Utara. Namun pergantian pemerintahan
dari orde lama ke orde baru mengakibatkan upaya-upaya rintisan yang telah
dilakukan tersebut tidak mendapat tindak lanjut yang kongkrit.
Pada
masa kemerdekaan dan selanjutnya pada masa Orde Baru, daerah Moloku Kie Raha
ini terbagi menjadi dua kabupaten dan satu kota. Kabupaten Maluku Utara
beribukota di Ternate, Kabupaten Halmahera Tengah beribukota di Soa Sio,
Tidore, dan Kota Administratif Ternate beribukota di Kota Ternate. Ketiga
daerah kabupaten/kota ini masih termasuk wilayah Provinsi Maluku dengan ibukota
Ambon.
Pada
masa pemerintahan Presiden BJ. Habibie, muncul pemikiran untuk melakukan
percepatan pembangunan dibeberapa wilayah potensial dengan membentuk
Provinsi-Provinsi baru. Provinsi Maluku termasuk salah satu wilayah potensial
yang perlu dilakukan percepatan pembangunan melalui pemekaran wilayah Provinsi,
terutama karena laju pembangunan antara wilayah utara dan selatan dan atau
antara wilayah tengah dan tenggara yang tidak serasi. Atas dasar itu,
Pemerintah membentuk Provinsi Maluku Utara (dengan ibukota sementara di
Ternate) yang dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang
Pemekaran Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara
Barat. Dengan demikian Provinsi ini secara resmi berdiri pada tanggal 4 Oktober
1999, setelah 11 tahun masa transisi dan persiapan ifrastruktur, ibukota
Provinsi Maluku Utara dipindahkan ke Kota Sofifi yang terletak di Pulau
Halmahera yang merupakan pulau terbesarnya.
1.2 Luas
Daerah Maluku Utara
Luas total wilayah Provinsi Maluku
Utara mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan wilayah perairan laut,
yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas 33.278 km² (23,73%) adalah
daratan.
1.3 Jumlah
Penduduk Maluku Utara
Menurut data hasil rekapitulasi data kependudukan per provinsi (edisi 31 Desember
2013) provinsi Maluku Utara memiliki jumlah penduduk 1,239,677 jiwa.
1.4 Kepala
Daerah Maluku Utara
·
BUPATI
Kabupaten
|
Bupati
|
Wakil Bupati
|
Mulai Menjabat
|
Selesai
Menjabat
(direncanakan) |
-
|
·
Walikota
Kota
|
Walikota
|
Wakil
Walikota
|
Mulai Menjabat
|
Selesai
Menjabat
(direncanakan) |
Daerah
|
Mulai Menjabat
|
Selesai
Menjabat
(direncanakan) |
||
Maluku
Utara
|
-
|
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Peralatan Hidup
Di
Maluku Utara, pohon bambu selain dimanfaatkan sebagai bahan baku peralatan
dalam kebutuhan seperti; pembuatan rumah, pagar, tiang, dipan, rakit sungai,
dll, juga dimanfaatkan sebagai “alat
musik” yang dikenal dengan "Musik Bambu Hitada". Selain itu bambu dipakai sebagai
alat utama untuk permainan “Bambu
Gila” yang dalam bahasa Ternate disebut permainan “Baramasuwen”.
Senjata tradisional dari Maluku
Utara yaitu parang salawaki/salawaku, kalawai.
Pakaian
Manteren Lamo (Sultan) yang terdiri atas celana panjang hitam dengan bis merah
memanjang dari atas ke bawah, baju berbentuk jas tertutup dengan kancing besar
terbuat dari perak berjumlah sembilan .Sementara itu, leher jas, ujung tangan,
dan saku jas yang terletak di bagian luar berwarna merah.
Karena didominasi oleh muslim Anda dapat menemukan banyak makanan halal
disini. Tentunya makanan laut berlimpah di sini. Berbagai hidangan nasi dan
ikan atut Anda coba. Cicipi juga minuman dingin khas saat cuaca panas.
Makanan khas di Ternate yaitu papeda seperti juga di Papua dapat
Anda cicipi di sini. Selain itu ada juga ketam kenari, halua kenari, bagea,
ikan asap fufu, dan gohu ikan.
2.2 Sistem Kekerabatan
Pada
zaman dahulu kala, tepatnya zaman kerajaan atau kesultanan Ternate dan Tidore terdiri
atas beberapa strata social. Terbagi berdasarkan ketururan tapi tidak
menentukan kasta seseorang sehingga tidak bersifat fungsional diantaranya :
1. Golongan Jou
Yaitu golongan isatana, yang terdiri dari sultan dan keluarganya, sampai tiga turunan satu garis lurus langsung. Sebutan terhadap kedua golongan ini, misalnya: JOU KOLANO (yang mulia sultan), dengan nama kebesaran. Sedangkan sebutan ubtuk Permaisuri Sultan: JO-BOKI (singkatan dari kata JOU MA-BOKI), sebutan untuk anak putra sultan : KAICILI PUTRA, dan BOKI PUTRI (putrid sultan). Keraton kesultanan Ternate adalah tempat tinggal mereka.Golongan Jou memakai penuttup kepala berwarna Putih, hanya dipakai oleh golongan Jou TUALA BUBUDO.
2. Golongan Dano
Yaitu golongan keluarga cucu sultan dan anak anak yang dilahirkan dari Putri Sultan dengan orang dari luar lingkungan istana atau golongan masyarakat biasa, juga termasuk keturunan dari kanak kanak maupun adik kandung sang Sultan. Penutup kepalanya – Pejabat Kesultanan (KAPITA/FABYIRA).
Yaitu golongan isatana, yang terdiri dari sultan dan keluarganya, sampai tiga turunan satu garis lurus langsung. Sebutan terhadap kedua golongan ini, misalnya: JOU KOLANO (yang mulia sultan), dengan nama kebesaran. Sedangkan sebutan ubtuk Permaisuri Sultan: JO-BOKI (singkatan dari kata JOU MA-BOKI), sebutan untuk anak putra sultan : KAICILI PUTRA, dan BOKI PUTRI (putrid sultan). Keraton kesultanan Ternate adalah tempat tinggal mereka.Golongan Jou memakai penuttup kepala berwarna Putih, hanya dipakai oleh golongan Jou TUALA BUBUDO.
2. Golongan Dano
Yaitu golongan keluarga cucu sultan dan anak anak yang dilahirkan dari Putri Sultan dengan orang dari luar lingkungan istana atau golongan masyarakat biasa, juga termasuk keturunan dari kanak kanak maupun adik kandung sang Sultan. Penutup kepalanya – Pejabat Kesultanan (KAPITA/FABYIRA).
3. Golongan Bala
Golongan ini sering disebut dengan (BALA KUSUSEKANOKANO), yaitu mereka yang berada di luar kedua golongan diatas (raknyat biasa).Penutup kepala khasnya adalah TUALA KURCACI.
Tidak
menutup kemungkinan rakyat biasa dapat ikut serta dalam jabatan jabatan tinggi
misalnya Kepala adat.Disamping pembagian diatas, terdapat pula pembagian
berdasarkan wilayah, yaitu;
1) SOA SIO
Yaitu terbagi dalam beberapa SOA/MARGA.SOA terdiri dari 9kelompok yang berada di wilayah pusat Kesultanya.
2) SANGAJI,
Yaitu komunitas atau kelompok kekerabatan pada beberapa distrik di negeri seberang atau diluar pulau Ternate
3) HEKU
Yaitu komunitas masyarakat Ternate yg wilayahnya mulai dar santosa kearah utara hingga ke pulau HIRI termasuk HALMAHERA MUKA
4) CIM
Yaitu kelompok kekerabatan atau komunitas masyarakat Ternate yang wilayahnya dari AKE SANTOSA ke Selatan hingga mencapai batas KALUMATA.
2.3 Sistem Mata Pencaharian
Mata
pencaharian orang Ternate bertani dan nelayan.Dalam bidang pertanian mereka
menanam padi, sayur mayur, kacang-kacangan, ubi kayu, dan ubi jalar.Tanaman
keras yang mereka usahakan adalah cengkeh, kelapa dan pala.Cengkeh merupakan
tanaman rempah-rempah yang sudah mempunyai sejarah panjang di Ternate.Cengkeh
merupakan daya tarik yang mengundang kedatangan bangsa Eropa ke daerah
ini.Selain itu, orang-orang Ternate juga dikenal sebagai pelaut-pelaut yang
ulung.
2.4 Bahasa
Bahasa Melayu Maluku Utara
atau Bahasa Melayu Ternate
adalah suatu dialek bahasaMelayu yang dituturkan di
hampir seluruh wilayah provinsi Maluku
Utara,
Indonesia. Di wilayah
Kepulauan Sula, masyarakat di sana biasanya menggunakan Bahasa
Melayu Sula
(bahasanya mirip Bahasa Melayu Ambon, tetapi strukturnya
masih mengikuti bahasa-bahasa di Maluku Utara), sedangkan di Bacan, Mandioli,
dan wilayah di sekitar Bacan menggunakan Bahasa Melayu Bacan, meskipun penuturnya
sekarang jumlahnya masih lebih sedikit daripada masyarakat yang menggunakan
bahasa Melayu Maluku Utara. Tetapi jika orang Sula dan Bacan bertemu dengan
orang Maluku Utara yang lain, mereka akan menggunakan bahasa Melayu Maluku
Utara sebagai bahasa persatuan masyarakat Maluku Utara. Oleh sebab itu, Maluku
Utara mempunyai tiga bahasa pasaran, tetapi hanya Melayu Maluku Utara yang
digunakan sebagai bahasa persatuan.
Di
Maluku Utara sendiri, namanya dikenal oleh masyarakat di sana sebagai Bahasa
Pasar. Nama ini diambil karena bahasa ini adalah percakapan sehari-hari
masyarakat Maluku Utara. Bahasa ini mempunyai pengucapan yang cepat dan nadanya
yang datar serta intonasinya yang agak kasar (ini sesuai dengan percakapan
masyarakat Maluku Utara di pasar), sehingga masyarakat di sebelah barat
Indonesia kebanyakan akan tidak mengerti bahasa ini, terkecuali orang-orang
yang pernah menetap di Maluku Utara. Bahasa ini juga dikenal sebagai bahasa
Melayu Ternate, karena basis bahasa ini terletak di Ternate. Sebagian
masyarakat Indonesia salah kaprah dengan menyebut bahasa ini sebagai bahasa
Ternate (ada pula yang menyebut bahasa ini sebagai bahasa Maluku), padahal
bahasa Ternate sangat berbeda dengan bahasa Melayu Ternate, terkecuali dalam
hal struktur bahasanya ada yang relatif sama. Bahkan ada pula yang salah kaprah
dengan menyebut bahasa ini sebagai bahasa Manado (Bahasa Melayu Manado) karena banyak
persamaan kata, tetapi dalam hal intonasi, pengucapan, dan nada, kedua bahasa
tersebut berbeda.
2.5 Kesenian
Ada
2 jenis kesenian di daerah Ternate, Yaitu Kesenian Istana dan Kesenian
Rakyat.Kesenian istana umumnya merupakan kelengkapan adat yang bersifat ritual
maupun seremonial.Tarian klasik yang bersifat ritual yaitu Legu – legu.Legu –
legu mengandung makna bahwa Legu-Legu mempunyai sifat sakral.Para penari
merupakan medium yang masih suci.Kadang ada satu atau lebih penari yang
melakukannya gerakan, tidak dalam keadaan sadar/kemasukan roh nenek
moyang.Tarian legu-Legu ini hanya dipentaskan pada saat-saat tertentu dengan
pertimbangan utamanya harus bersifat ritual dan mempunyai keterkaitan dengan
adat keramat keraton.
Alat Musik Daerah Maluku : Tifa
merupakan alat musik yang paling terkenal dari Maluku. Alat musik ini bentuknya
menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya.Ada beberapa
macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa
Jekir Potong dan Tifa Bas.
Alat musik lainnya yang berasal dari
Maluku adalah Toto Buang dan Kulit Bia. Alat musik ini merupakan serangkaian
gong-gong yang kecil bentuknya dan biasanya di taruh pada sebuah meja dengan
beberapa lubang sebagai penyanggah. Sedangkan alat musik Kulit Bia merupakan
alat musik tiup yang terbuat dari Kulit Kerang.
Tari
Cakalele merupakan nama tarian yang paling populer dan terkenal dari Maluku.
Taian ini menggambarkan Tari perang.Tari ini sering di pentaskan dan di
peragakan oleh para pria dewasa sambil memegang Parang dan Salawaku (Perisai).
Nama
tarian lain yang berasal dari Maluku adalah tari Saureka-Reka dan tari
Katreji.Tari Katreji dimainkan oleh wanita dan pria.Saat memainkan Tarian ini
diiringi berbagai alat musikseperti biola, suling bambu, ukulele, karakas,
guitar, tifa dan bas gitar.
Tari Pelangi Maluku Utara merupakan
garapan kreasi yang diciptakan dari perpaduan tari tradisional Maluku Utara,
yaitu tari soya-soya dan tari cakalele.Garapan kreasi ini menggambarkan
kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh Maluku Utara, baik dari segi kekayaan
alam, seni, maupun kebudayaannya.Pengaruh tari soya-soya begitu kental dalam
garapan kreasi ini.
Tarian Soya-soya,Tarian ini berlatarbelakang peristiwa dalam sejarah
Ternate, semasa pemerintah Sultan Babullah (1570-1583), yaitu tatkala Sultan
Babullah menyerbu benteng Portugis di Kastela (Santo Paolo Pedro) untuk
mengambil jenasah ayahnya. Sultan Khairun yang dibunuh secara kejam oleh
tentara Portugis di dalam benteng tersebut.Tarian yang bertemakan patriotisme
ini diciptakan oleh para seniman kesultanan untuk mengabdikan peristiwa
bersejarah tersebut.
Tarian soya-soya ini, diartikan
sebagai tarian pejmeputan. Sebab, biasanya tarian ini kerap diperagakan saat
akan melakukan penjemputan tamu penting atau tamu kebesaran oleh pihak
Keslutanan yang datang.
Selain tarian cakalele, tarian
soya-soya ini juga diistilahkan dengan tarian perang, karena berdasarkan
laterbalakang tarian ini, digunakan oleh pasukan keslutanan untuk berperang
melawan penjajah.
2.6 Sistem Religi
Sebelum
agama Islam masuk ke P. Ternate, suku ini terbagi dalam kelompok-kelompok
masyarakat.Masing-masing kelompok kerabat suku Ternate dipimpin oleh
mamole.Seiring dengan masuknya Islam.mamole ini bergabung menjadi satu
konfederasi yang dipimpin oleh kolano. Kemudian, setelah Islam menjadi lebih
mantap, struktur kepemimpinan kolano berubah menjadi kesultanan.Dalam struktur
kolano, ikatan genealogis dan teritorial berperan sebagai faktor pemersatu,
sedangkan dalam kesultanan agama Islamlah yang menjadi faktor pemersatu.Dalam
struktur kesultanan, selain lembaga tradisional yang sudah ada, dibentuk pula
lembaga keagamaan.Kesultanan Ternate masih ada sampai saat ini meskipun hanya
dalam arti simbolik.Namun belakangan ini kesultanan Ternate tampak bangkit
kembali.
Umumnya
orang Ternate beragama Islam.Di masa lalu kesultanan merupakan salah satu pusat
penyebaran agama Islam di wilayah Indonesia bagian Timur.Saat ini masyarakat
Ternate membutuhkan bantuan penanam modal untuk menggali dan mengelola
hasil-hasil kekayaan alam daerah ini yang berlimpah.Bidang kehutanan, kelautan
dan pertanian merupakan tiga bidang utama bagi orang Ternate.Selama ini, dari
tiga kekuatan utama tersebut, hanya sektor kehutanan yang telah digarap
besar-besaran.Daerah Ternate juga memiliki kekayaan wisata alam dan wisata
budaya seperti bangunan bekas benteng Portugis, istana Kesultanan Ternate, dan
lain-lain.Hal ini menjadi sektor pariwisata sangat potensial untuk
dikembangkan, baik melalui pembangunan sarana transportasi maupun akomodasi
yang memadai. Samapi sekarang, menurut sensus 2010 bahwa 97 % suku Ternate
adalah orang Islam Sunni dan sedikit yang
menganut agama Kristen
Protestan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berbicara masalah ragam seni budaya
Indonesia pasti tidak akan pernah ada habisnya. Mengingat begitu banyaknya ragam seni budaya
yang terdapat mulai dari Sabang sampai Merauke. Pulau-pulau di Indonesia dengan berbagai macam suku
bangsa yang semuanya memiliki ragam seni budaya
masing. Tapi semua terangkum menjadi satu yaitu sebuah ragam seni budaya yang ber- “BHINEKA TUNGGAL IKA” dengan menunjukkan adat ketimuran dan
berazaskan Pancasila.
Jadi tidak mustahil jika banyak hasil cipta rasa dan karya
dalam berbagai adat dan ragam seni budaya
yang dimiliki bangsa Indonesia ini selalu dilirik oleh bangsa lain.
3.2 Saran
Kaya
akan ragam seni budaya
sudah semestinya Indonesia berbangga, maka sudah selayaknya bagi bangsa dan
masyarakat negeri ini untuk melestarikan dan menjaga ragam seni budaya
yang ada di Indonesia ini.
DAFTAR PUSTAKA